Kata Mensos soal BPS Akan Perbarui Indikator Garis Kemiskinan

Badan Pusat Statistik atau BPS akan memperbaharui indikator pengukuran kesejahteraan masyarakat termasuk acuan garis kemiskinan.

Selama ini, salah satu indikator BPS untuk mengukur garis kemiskinan yakni dari sisi besaran pengeluaran masyarakat sebesar Rp20.305 per hari.

Namun, itu dianggap sudah sangat tidak relevan karena inflasi yang semakin naik.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, pembaruan indikator merupakan bagian dari penyesuaian terhadap perkembangan zaman dan dinamika sosial ekonomi masyarakat.

Pemerintah, kata dia, akan dukungan evaluasi tersebut mengingat data BPS selama ini menjadi acuan penting dalam penyusunan kebijakan kementeriannya.

“Saya kira itu hal yang positif dan perlu kita sambut baik. Kita sendiri tentu menjadikan data BPS sebagai pedoman,” ujar Gus Ipul kepada wartawan, Selasa, 29 Juli 2025.

Saat ini, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan atau setara Rp20.305 per hari.

Masyarakat dengan pengeluaran di bawah angka tersebut dikategorikan sebagai miskin.

Meski mendukung rencana revisi indikator, Gus Ipul mengingatkan bahwa perubahan tersebut akan berdampak pada penilaian kinerja instansi pemerintah, termasuk Kementerian Sosial.

“Kalau indikatornya berubah, misalnya dari Rp500.000 menjadi Rp700.000, padahal kita sedang bekerja dengan tolok ukur lama, tentu hasil evaluasinya akan tampak berbeda. Begitu juga saat garis kemiskinan ekstrem dinaikkan dari Rp300.000 menjadi Rp400.000, angka kemiskinan otomatis terlihat naik,” jelasnya.

Agar evaluasi kinerja tetap adil dan proporsional, Gus Ipul mengusulkan agar BPS tetap mempertahankan indikator lama sebagai pembanding saat transisi ke indikator baru.

“Sebaiknya kedua ukuran tetap ada — yang lama dan yang baru — supaya kita bisa lihat perbandingan kinerja pemerintah secara objektif. Kalau hanya pakai ukuran baru, bisa muncul gejolak statistik,” pungkasnya.***