Di tengah derasnya arus globalisasi dan riuhnya pertarungan politik identitas, sebuah organisasi kemasyarakatan bernama Setya Kita Pancasila (SKP) perlahan mencuri perhatian. Tak banyak gembar-gembor, namun langkah mereka nyata — dari aksi sosial di pesisir Papua Barat hingga pelatihan kepemimpinan di Sumatera Barat serta berbagai daerah lainnya.
Di balik gerakan ini, ada semangat sederhana: menjaga Indonesia agar tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila.
Awal dari Kegelisahan
Tahun 2020, di tengah pandemi dan kegaduhan politik nasional, sekelompok tokoh masyarakat mendirikan SKP. Mereka resah melihat nilai gotong royong yang mulai luntur, rasa persatuan yang terkikis oleh perbedaan, dan anak muda yang kian jauh dari semangat kebangsaan.
Ketua Umum Andreas Sumual merupakan salah satu yang paling lantang berbicara. “Kita harus mulai dari hal-hal kecil,” ujarnya suatu kali. “Setya Kita Pancasila ini bukan wadah elitis, tapi ruang bagi siapa pun yang ingin berbuat nyata untuk negeri ini.”
Andreas meyakini, menghidupkan kembali semangat Pancasila tidak bisa hanya lewat seremoni. Ia harus turun ke lapangan — hadir di tengah rakyat, membantu mereka, dan memastikan nilai kemanusiaan benar-benar terasa.
Dari Sumatera Hingga Papua, SKP Bergerak
Langkah konkret itu terlihat di banyak daerah. Seperti di Tanjungpinang Kepulauan Riau, para relawan SKP turun ke jalan membagikan masker dan makanan ringan kepada warga. Mereka menyebutnya sebagai “aksi kecil penuh makna”. Seorang anggota DPW Kepri mengatakan, “Kami ingin Pancasila tidak hanya dihafalkan, tapi dirasakan.”
Sementara di Manokwari, Papua Barat, para anggota muda SKP ikut menjaga keamanan gereja saat ibadah Natal berlangsung. Mereka bekerja sama dengan aparat dan tokoh agama setempat. “Kami ingin generasi muda di sini tumbuh dengan semangat kebersamaan, bukan perpecahan,” kata Lince Wainarisi, bendahara DPW Papua Barat.
Di Kerinci, Jambi, SKP bersama Polres setempat turun membantu korban banjir. Ratusan paket sembako dibagikan ke warga desa yang rumahnya terendam air. “Tak ada politik, tak ada warna. Yang ada hanya kemanusiaan,” ujar salah seorang anggota lapangan.
Sementara di Sumatera Barat, SKP menggelar pelatihan kepemimpinan bersama lembaga pemerintahan. Pun begitu di berbagai daerah lainnya. Fokusnya: menanamkan nilai integritas dan semangat gotong royong pada generasi muda.
Gerakan Moral, Bukan Sekadar Organisasi
Andreas Sumual selalu menekankan bahwa SKP bukan sekadar ormas yang menempelkan nama Pancasila. “Kami ini bukan sekadar kumpulan orang, tapi gerakan moral, Tugas kami menjaga api Pancasila agar tidak padam.” katanya tegas.
Ia juga menolak anggapan bahwa ormas harus selalu identik dengan politik. “Kami mendukung program pemerintah, tapi kami bukan alat politik siapa pun,” ujarnya. “Kami hadir untuk masyarakat, untuk bangsa, untuk negara.”
Dalam setiap kesempatan, Andreas mengingatkan anggotanya untuk bekerja dengan hati. “Bersatu itu lebih baik,” katanya. “Kesempatan membangun bangsa jangan disia-siakan.”
Menyalakan Harapan di Tengah Krisis Identitas
SKP sadar, tantangan terbesar bangsa hari ini bukan hanya kemiskinan atau ketimpangan, tapi krisis identitas. Di era media sosial, perpecahan sering kali lebih cepat tersebar daripada kabar baik.
Karena itu, SKP menjadikan literasi kebangsaan sebagai salah satu fokus utama. Mereka menggandeng sekolah dan komunitas pemuda untuk mengadakan diskusi dan kegiatan edukatif seputar nilai-nilai Pancasila.
“Kalau anak muda paham arti kemanusiaan dan keadilan sosial, mereka tidak mudah terpecah,” ujar Andreas. “Itulah investasi ideologis bangsa yang sesungguhnya.”
Menjaga Netralitas, Merawat Nilai
Meski SKP tumbuh pesat di banyak provinsi, tantangan tetap ada. Mereka harus menjaga netralitas di tengah godaan politik praktis. “Kami tidak mau kehilangan arah,” kata Andreas. Ia menekankan,tugas SKP bukan mencari kekuasaan, tapi menjaga nilai.
SKP juga menyiapkan badan usaha mikro untuk membantu pembiayaan kegiatan sosialnya. Menurut Andreas, langkah itu agar organisasi bisa mandiri tanpa bergantung pada sponsor politik. “Kalau kita ingin berbicara tentang moral, kita juga harus berdiri di atas kaki sendiri,” katanya.
Harapan dari Lapangan
Dari jalanan Tanjungpinang hingga desa-desa di Jambi, semangat SKP tumbuh pelan tapi pasti. Tak selalu disorot media, tapi dirasakan oleh mereka yang disentuh langsung oleh aksi kecil mereka.
“Orang boleh lupa slogan, tapi tidak akan lupa siapa yang membantu saat susah. Itulah esensi Pancasila yang kami perjuangkan.” kata Andreas Sumual
Menjadi Cermin Baru Gerakan Kebangsaan
Saat ini, Setya Kita Pancasila mungkin bukan organisasi besar dengan sumber daya melimpah. Namun di tengah situasi bangsa yang mudah terbelah, ormas ini menjadi cermin baru: kecil, konsisten, dan berakar di masyarakat.
Bagi Andreas Sumual, perjuangan ini masih panjang.
“Kita tidak sedang mengejar panggung. “Kita sedang menjaga rumah bersama yang bernama Indonesia.” Ungkapnya.***






