Konflik Kamboja – Thailand “Desak Gencatan Senjata”

Pihak Kamboja mendesak gencatan senjata dengan Thailand setelah konflik perbatasan yang menewaskan sedikitnya 32 orang terus berlanjut hingga hari ketiga. Pihak Kamboja meminta gencatan senjata itu tanpa syarat apapun.

Konflik Kamboja – Thailand dipicu oleh sengketa wilayah. Lebih dari 138.000 warga Thailand dan 23.000 warga Kamboja mengungsi dari wilayah perbatasan.

Ini menjadi bentrok paling berdarah dalam 10 tahun terakhir. Tercatat korban jiwa di Thailand mencapai 19 orang dan dari Kamboja sebanyak 13 orang.

Bentrokan meletus di beberapa titik perbatasan sejak Kamis pagi. Kedua pihak saling tuding memulai serangan lebih dulu.

Thailand menuduh Kamboja menggunakan bom curah dan menyerang fasilitas sipil seperti rumah sakit dan pom bensin.

Sedangkan Kamboja mengecam artileri berat Thailand yang menghantam wilayah Provinsi Pursat.

Menurut data resmi, ada 13 korban warga sipil dan 6 tentara tewas di pihak Thailand, serta puluhan lainnya luka-luka.

Di Kamboja, korban meninggal terdiri dari 5 tentara dan 8 warga sipil.

Kamboja Inginkan Solusi Damai

Seruan gencatan senjata disampaikan oleh Duta Besar Kamboja untuk PBB, Chhea Keo, dalam pertemuan darurat yang digelar tertutup di markas besar PBB, New York, Jumat malam waktu setempat.

Dia mengatakan, Kamboja menginginkan solusi damai atas konflik yang dipicu oleh perselisihan peta era kolonial.

Sementara itu, Thailand melalui utusannya, Cherdchai Chaivaivid, menuntut Kamboja menghentikan segala bentuk permusuhan dan kembali berdialog dengan itikad baik.

Sejarah Panjang Sengketa Kamboja dengan Thailand

Konflik perbatasan Kamboja dan Thailand memiliki akar sejarah yang panjang. Ketegangan memuncak kembali sejak Mei 2025, setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam insiden tembak-menembak singkat.

Situasi makin buruk pada pekan ini ketika ranjau darat melukai tentara Thailand.

Ketegangan politik antara pemimpin senior kedua negara turut memperkeruh suasana.

Perseteruan terbuka antara mantan PM Kamboja, Hun Sen, dan mantan PM Thailand, Thaksin Shinawatra, yang kini masing-masing digantikan anak mereka — Hun Manet dan Paetongtarn Shinawatra — muncul ke permukaan. Mereka saling sindir di media sosial.

Thaksin sendiri menepis isu bahwa konflik dipicu oleh ketegangan politik pribadi, namun tetap mengecam serangan Kamboja sebagai tindakan yang mengerikan.

Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan terbuka untuk dialog, baik bilateral maupun melalui mediasi negara ketiga seperti Malaysia.

Namun hingga kini, belum ada respons konkret dari pihak Kamboja.

PBB, AS, dan Tiongkok telah menyuarakan keprihatinan mendalam atas krisis ini.

Sementara Malaysia, sebagai pemimpin blok ASEAN, menawarkan diri menjadi mediator damai.***


Sumber: The Guardian